Kriteria Pemimpin Ideal




"Al-Tibr Al-Masbuk Fi Nashihati Al-Muluk"
(Untaian Nasehat Untuk Para Pemimpin)

Imam Abu Hamid Ibn Muhammad Ibn Muhammad Ibn Muhammad Al-Ghazali (505 H)

Alasan penulisan buku ini;


Buku karya Hujjatul Islam  yang menjelaskan tentang Politik Islam, berisi nasehat-nasehat Imam Ghazali kepada para pemimpin negara. Awalnya buku ini ditulis untuk ditujukan seorang pemimpin yang bernama Muhammad Ibn Malik raja Saljuki.

Nasehat untuk para pemimpin;


Mula-mula, Imam Ghazali menganjurkan para pemimpin agar menyisakan waktu sehari dalam seminggu untuk mengurusi hal-hal yang berhubungan dengan ukhrowi/akhiratnya. Tidak membiarkan waktu seminggu habis tanpa menghadap Sang Pencipta. Hendaknya ia mengambil waktu hari Jum'at untuk mendekatkan diri kepada Allah yang telah memberikan nikmat kepadanya. Pada waktu pagi di hari Jum'at, hendaknya ia memakai pakaian bersih, melaksanakan Salat Shubuh berjamaah, tidak beranjak sebelum menyelesaikan zikir, dan membaca sholawat serta melaksanakan Salat Dhuha. Selain itu, hendaknya ia menjadikan hari Jum'at setiap minggunya sebagai hari penebusan dosa yang kemungkinan ia lakukan pada enam hari sebelumnya.
Setiap pemimpin wajib mengetahui 10 akidah dasar keimanan sebagai muslim yang baik. 10 akidah dasar itu antara lain;


    1. Percaya bahwa Allah SWT adalah Tuhan Pencipta alam dan seluruh makhluk di bumi adalah makhluk ciptaanNya
    2. Percaya bahwa tiada sesuatu pun di dunia yang menyamai sifat Allah SWT
    3. Percaya bahwa Allah SWT Maha Kuasa atas segala sesuatu
    4. Percaya bahwa Allah SWT Maha Mengetahui atas segala sesuatu
    5. Percaya bahwa Allah SWT Maha Mendengar
    6. Percaya bahwa Allah SWT Maha Melihat
    7. Percaya bahwa Allah SWT Maha Berbicara, bahwa semua yang tertulis pada kitab samawi yang turun pada Rasul-rasulnya adalah kalam Allah yang Qadim.
    8. Percaya bahwa Allah SWT Pemilik segala dunia dan isinya, bagiNya segala kehendak untuk mengatur apa yang ada di dalamnya.
    9. Percaya akan adanya akhirat, alam kubur, hari kebangkitan, hari pertimbangan amal, hari pembalasan dan adanya surga neraka.
    10. Percaya bahwa Allah SWT mengutus Rasulnya untuk membimbing manusia agar dapat menjalani hidup dengan baik sesuai kehendak Allah

Setelah memiliki iman yang kuat dalam hati sebagai landasan akidah, setiap pemimpin wajib mengetahui cabang iman yang teraplikasi pada ketaatan dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT. Ketaatan tersebut terbagi menjadi dua bagian;

    1. Melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah dalam lingkup antara hamba dengan Allah. Seperti mendirikan Salat, membayar Zakat, berpuasa, atau menjauhi zina dan sebagainya.
    2. Melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah dalam lingkup antara sesama manusia. Dalam hal ini antara pemimpin dengan warga negaranya. Seperti memimpin dengan adil, dan tidak melakukan kezaliman.

Sesungguhnya, dosa yang diperbuat pemimpin dalam hal muamalah dengan Allah SWT bisa diampuni dengan rahmat Allah atas izinNya. Akan tetapi, dosa antara sesama manusia tidak akan terhapus hingga tiba waktu pembalasan pada hari akhir nanti. Seorang yang dizolimi akan menuntut balas kepada siapa yang menzoliminya, baginya imbalan yang adil dan setimpal.

Landasan pokok yang harus dikuasai pemimpin agar bisa memimpin dengan adil terdiri dari 10 hal, antara lain;

    1. Memahami dan menguasai kadar kedudukan sebagai pemimpin dan resikonya. Tersebut dalam hadis, kedudukan pemimpin memiliki keistimewaan yang diberikan Allah, salah satunya adalah memimpin negara dengan adil selama satu hari lebih baik ketimbang beribadah selama 70 tahun. Selain itu, pada hari kiamat nanti, disaat manusia merasakan teriknya matahari yang menyengat, terdapat 7 golongan manusia yang dinaungi Allah, salah satunya adalah pemimpin yang adil. Sebaliknya, resiko menjadi pemimpin yang zolim adalah ia akan dilaknat Allah beserta malaikat-malaikatnya. Bahkan Allah tidak akan melihat kepadanya dan haram baginya syafaat Rasulullah SAW pada hari kiamat nanti.
    2. Mendengarkan nasehat dari para ulama untuk kemaslahatan umat. Bukan ulama yang memiliki tujuan tersendiri untuk kepentingan dunia mereka.
    3. Tidak cukup hanya dengan tidak melakukan perbuatan zolim saja. Tapi setiap pemimpin harus mendidik anak-anaknya, pegawainya, bahkan pejabat-pejabat yang menjadi wakilnya. Membetulkan yang salah pada mereka dan mengarahkan dengan baik. Semua itu ia lakukan setelah ia membenarkan apa yang ada di dirinya terlebih dahulu.
    4. Tidak sombong menjadi pemimpin lantaran ia memiliki kekuasaan penuh. Tidak mudah marah dalam menghadapi masalah yang berhubungan dengan negara.
    5. Menganggap bahwa pemimpin juga seperti manusia lainnya. Hendaknya ia menempatkan dirinya sebagai penduduk sipil sebelum menitahkan perintah, agar ia bisa merasakan apa yang dirasakan umatnya.
    6. Jangan menghardik atau menolak orang yang membutuhkan bantuan, lalu lebih mementingkan urusan pribadi meskipun hanya salat sunnah. Karena menyelesaikan urusan umat bagi pemimpin lebih mulia daripada mengerjakan salat sunnah.
    7. Tidak berlebih-lebihan dalam mengenakan pakaian atau menggunakan kekayaan lainnya hanya untuk memenuhi hawa nafsu. Biasakan qona'ah/merasa cukup dengan apa yang ada.
    8. Sebisa mungkin melayani urusan umat dengan halus dan lembut, tidak dengan perlakuan kasar.
    9. Berusaha membuat umat ridho dengan posisinya sebagai pemimpin, bukan karena takut.
    10. Tidak memaksa umat ridho kepadanya dengan jalan yang tidak sesuai syariat.


Pemimpin harus memahami bahwa dunia dan segala isinya termasuk kekuasaan hanyalah sementara. Tidak ada yang abadi di dunia ini. Dunia hanya jembatan yang akan berakhir menuju ke akhirat yang kekal. Pemimpin yang adil adalah yang bersikap adil terhadap umatnya, bukan yang zolim. Meskipun pemimpin itu bukan muslim, Allah akan tetap memberinya kemudahan dalam memimpin. Tersebut dalam sebuah hadis Rasulullah "Kursi kepemimpinan akan terus bersama pemimpin yang adil meskipun ia kafir, tetapi tidak pada yang zolim". Tersebut pula dalam sejarah bahwa pernah ada seorang pemimpin Majusi (penyembah api) dapat memimpin umatnya dengan adil selama 4000 tahun lamanya.

Zolim terbagi menjadi 2, yaitu zolimnya penguasa terhadap umatnya, atau si kaya terhadap si miskin, dan zolimnya seseorang terhadap diri sendiri, yaitu dengan mengerjakan maksiat yang akan merugikan diri sendiri. Sejatinya, agama ini berdiri dengan kekuatan negara, Negara berdiri karena kekuatan prajuritnya, Prajurit bertahan dengan harta yang mencukupinya, Harta ada karena makmurnya negara, dan kemakmuran negara bergantung pada penguasanya. Orang bijak berkata, sifat dan kebiasaan umat biasanya mengacu pada pemimpinnya.

Salah satu tokoh yang patut dicontoh dalam kepemimpinan adalah khalifah Umar ibn Khattab sahabat Rasulullah SAW dan Umar ibn Abdul Aziz, keturunan khalifah Umar ibn Khattab dan salah satu khalifah pada zaman bani Umayyah. Umar ibn Abdul Aziz membagikan kekayaannya untuk umatnya demi kemakmuran rakyat.

I. Bagaimana seorang pemimpin bersikap?


Seorang pemimpin tidak layak membuang waktunya untuk hal-hal yang sia-sia seperti bermain catur, memancing, dan lain sebagainya. Karna hal itu hanya akan membuang waktu yang seharusnya ia gunakan untuk mengurusi perihal umat. Raja-raja zaman dulu membagi waktu siangnya menjadi 4 bagian. Pertama, waktu ibadah dan menghadap Tuhan. Kedua, mengurusi urusan umat, menolong orang yang terzolimi, duduk bersama ulama dan pemikir untuk memperbaiki permasalahan umat, politik, mengutus utusan dan sebagainya. Ketiga, waktu untuk makan, minum, dan kebutuhan biologis. Dan keempat, waktu khusus untuk hiburan.

(Imam Al-Ghazali banyak menceritakan kisah raja-raja dahulu, baik raja yang adil atau lalim dan zolim. Ia juga sering menukil kata-kata hikmah dari filosof-filosof yunani seperti Plato, Aristoteles dan lainnya dalam menyampaikan sifat pemimpin yang baik)

Seorang pemimpin wajib membantu umatnya dalam menghadapi permasalahan hidup, terlebih jika umat dalam keadaan yang memprihatinkan. Seperti misalnya, umat mengalami kelaparan karena paceklik yang berkepanjangan. Bantuan tersebut bisa berupa bantuan makanan, uang atau apa yang bisa memperbaiki ekonomi umat.


II. Bagaimana pejabat negara bersikap?


Pemimpin membutuhkan seorang yang bisa diajak bermusyawarah dalam mengurusi urusan umat. Disinilah peran pejabat atau orang yang duduk di barisan kabinet pemerintahan. Karena, Rasulullah SAW sendiri pun sering melakukan musyawarah dengan para sahabat dalam beberapa hal.
Pejabat yang baik adalah yang soleh, terpercaya, cerdas. Ada 3 hal yang harus dilakukan pemimpin terhadap pejabatnya;

    1. Tidak terburu-buru menghukum pejabat jika melakukan kesalahan atau kekeliruan
    2. Tidak berlebihan dalam memberi upah
    3. Jika membutuhkan bantuan, tidak terbatas pada apa yang dibutuhkan

Pemimpin juga agar tidak melarang pejabat ketika ia ingin melihat atau menjenguknya. Agar tidak menyembunyikan rahasianya karena pejabat yang baik adalah yang terpercaya dan pandai menjaga rahasia.
Peran pejabat di sisi pemimpin seperti penasehat. Ia harus selalu menunjukkan pemimpin dan menuntunnya jika salah. Dan mendukungnya jika benar dalam bertindak atau memutuskan sesuatu.







0 comments: